Rabu, 21 Maret 2018

KULIAH UMUM: Pengembangan Library Information System dan Dampak Digital Disruption Terhadap Kepustakawanan

                Pada tanggal 21 Maret, 2018, diadakan kuliah umum untuk Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kuliah umum tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa Ilmu Perpustakaan, baik D3, S1 ataupun S2. Pemateri pada kuliah umum tersebut adalah Bapak Putu Laxman Pendit, Ph.D. dan di moderatori oleh Bapak Solihin Arianto,M.LIS. materi yang disampaikan berjudul DISRUPTIVE TECHNOLOGY & DISRUPTIVE INNOVATION.
 
                Dalam buku “The Innovator's Dilemma”, Clayton Christensen membedakan teknologi menjadi dua berdasarkan dengan bisnis yang memanfaatkannya,yaitu:
•“sustaining technologies”, atau juga disebut teknologi yang membantu organisasi bisnis berimprovisasi secara terbatas, dengan ciri perubahan yang bertahap.
•“disruptive technologies” atau teknologi yang mengguncang kemapanan yang sebenarnya adalah sebuah terobosan(breakthroughs) tak terduga atau terabaikan.

Namun dalam buku selanjutnya, Clayton Christensen mengganti istilah Disruptive Technology menjadi Disruptive Innovation. Hal tersebut dikarenakan menurut beliau, teknologi bersifat stagnan dan tidak mengguncang, melainkan cara memanfaatkan teknologi itulah yang dapat membuat guncangan. Jadi, bisa dikatakan bahwa Disruptive Innovation adalah sebuah inovasi yang tak terduga, memanfaatkan yang sudah ada sejak dahulu namun diabaikan atau dikesampingkan yang justru menjadi sesuatu yang baru.


PERPUSTAKAAN DIGITAL (DIGITAL LIBRARIES)
Pada dasarnya, semua jenis perpustakaan memiliki dasar yang sama, yaitu: kebebasan atau keleluasaan akses, kecerdasan secara bersama, dan penghargaan kepada pribadi. Yang membedakan adalah fisiknya dan tampilannya. Jika perpustakaan secara fisik, bentuknya adalah gedung atau bangunan, mendapatkan buku atau sumber informasi di rak buku, dan untuk membacanya di ruang baca. Sedangkan perpustakaan secara maya atau digital harus memalui perantara bentuk dari perpustakaan digital adalah website, untuk mendapatkan buku atau sumber informasi memalui sebuah portal, dan perantara untuk dapat mengakses sumber informasi tersebut adalah sebuah aplikasi. Jadi intinya, produk yang ada di perpustakaan digital dalam bentuk e-book, e-journal, dan sebagainya, adalah disruptive innovation dari perpustakaan. Mengapa bukan disruptive technology? Karena sejatinya digital sudah ada sejak dulu namun pemanfaatan teknologi itulah yang membuat sebuah perubahan.

Sedangkan disruptive technology yang terjadi di perpustakaan adalah dengan adanya konsep Semantic Web. Yaitu sebuah konsep yang mendorong perpustakaan dan berbagai institusi lain untuk  mengumpulkan(collect), mengaitkan(linked) dan memakai-bersama(share) data melalui internet atau website, sehingga pemrosesan data dapat dilakukan oleh komputer untuk menghasilkan layanan terhadap permintaan informasi secara lebih baik.


#idks2018 
#IP2018UINSUKA
#KuliahUmum

Minggu, 04 Maret 2018

Kesenian Jathilan


Haloooo sudah lama tidak menyapa kalian di blog ini hehehe maafkan karena kesibukan yang melanda (alasan!) hahaha

Di postingan kali ini saya akan membahas tentang kesenian. Kesenian yang akan saya bahas disini adalah kesenian “jathilan” . Kesenian ini telah lama di kenal di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, kuda kepang, atau jaran kepang. Jathilan sendiri berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne jan thil=thilan tenan” yang jika di artikan dalam bahasa Indonesia adalah “kudanya benar-benar joget tak beraturan”. Pada pementasan jathilan di iringi oleh musik gamelan dan nyanyian dari sinden. Lagu-lagu yang dibawakan bermacam-macam, namun biasanya berisi tentang himbauan agar manusia senantiasa berbuat baik dan selalu ingan kepada Sang Pencipta.

Di daerah-daerah pedesan sendiri jathilan masih sering di pentaskan dalam berbagai acara. Salah satunya dalam acara Peringatan Serangan Umum 1 Maret di Museum Soeharto di Sedayu, Bantul yang saya datangi pada 3 Maret 2018 lalu. Kesenian Jathilan ini termasuk dalam rangkaian acara pesta rakyat tahunan tersebut bersama dengan acara dan kesenian lain, seperti tari mojang priangan, tari angguk kemes, wayang, campursari, dan festival lomba.

Dalam acara tersebut, terdapat tiga kali pementasan jathilan yang semuanya ditampikan oleh kelompok jathilan putri.  Disini saya berkesempatan menonton pementasan jathilan yang dibawakan oleh kelompok jathilan JARANAN SENTEREWE KENYA MAYANGKARA dari Kaliurang Harjo Binangun Pakem.

Pada pementasan ini dibawakan oleh enam penari yang berperan sebagai prajurit, satu orang sebagai celeng ningrat, dan tiga orang sebagai singo barong.


enam orang prajurit




 tiga singo barong dan celeng ningrat



Menurut narasumber, saudara Nur Karim Mustofa yang menjadi salah satu kru dalam kelompok tersebut, pementasan jathilan ini menceritakan tentang pertempuran antara celeng ningrat dan singo barong melawan prajurit kenya mayangkara. Pada awalnya pertempuran ini di menangkan oleh para prajurit kenya mayangkara, yang ditadai dengan keluarnya celeng ningrat dan singo barong dari area pementasan sebagai tanda kekalahan dan melarikan diri. 

Namun akhirnya mereka bertarung lagi dan para prajurit mayangkara kalah. Yang dalam pementasan tersebut ditandai dengan para penari yang jatuh dan kemudian mengalami kesurupan atau dirasuki oleh roh halus.



Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya melihat pementasan jathilan, namun ini pengalaman pertama saya melihat di barisan paling depan dan melihat proses persiapan walaupun tidak sampai akhir pementasan hihihi.  berikut adalah beberapa foto lain saat pmentasan jathilan







semoga postingan ini bermanfaat!


#idks2018 #librarian #librarianplus #libraries

sumber: https://borosucijathilan.wordpress.com/2015/06/07/jatilan-pengertian-sejarah-gerak-tari-jatilan-dan-jatilan-era-modern/ (asal kata jathilan)